Nita Irawati, S.Pd. | 09-12-2022 | dibaca 1459 kali
Dunia pendidikan bersifat dinamis karena selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Berkembangnya teknologi yang signifikan menyebabkan berubah pula tuntutan zaman yang menghampiri generasi muda. Generasi muda harus memiliki keterampilan dan pola pikir kritis agar dapat bertahan dalam setiap tantangan perubahan zaman. Berdasarkan fenomena tersebut, pemerintah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam bidang pendidikan. Implementasi Kurikulum Merdeka diharapkan dapat memberikan pengalaman bermakna dan berkelanjutan sehingga peserta didik memiliki pola pikir yang baik dan dapat menghadapi semua tantangan perubahan zaman. Tentu saja, pada Implementasi Kurikulum Merdeka juga ditekankan pula tentang penanaman karakter Pancasila. Hal ini bertujuan untuk membentuk generasi muda yang tangguh dan berkarakter.
Faktor-faktor faktor penentu keberhasilan pembelajaran tentu saja bertumpu pada guru. Lantas, apakah kita sebagai guru harus merasa terbebani dan mengeluh tentang adanya perubahan tersebut? Tentu saja tidak! Sebagai guru, kita diharapkan juga dapat memenuhi tantangan zaman dengan baik. Kita harus terus belajar untuk dapat memantaskan diri dalam mendampingi proses belajar peserta didik. Pada zaman yang sudah dipenuhi oleh teknologi dalam setiap napas kehidupan, guru bisa saja kehilangan posisinya jika tidak dapat bergerak bersama perubahan. Berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik ada semua di dunia maya. Peserta didik dengan mudah menemukan informasi yang mereka butuhkan, bahkan dengan penjelasan yang menarik dan menyenangkan. Berdasarkan hal tersebut, kita sebagai guru harus pandai merancang pembelajaran yang bermakna dan menjadi fasilitator yang baik di dalam kelas. Tentu saja hal tersebut tidak mudah, kita harus dapat mengemas pembelajaran dengan model, strategi, dan media yang tepat.
Saya adalah seorang guru yang berada di kota yang sering disebut Kota Pendidikan, tepatnya saya mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Yogyakarta. Pada awal tahun 2019 saya mulai mengajar di kota ini, awalnya saya merasa tergopoh-gopoh mengikuti ritme kerja dunia pendidikan. Saya melihat semua guru berjuang menerima segala perubahan yang ada, mereka bahkan berusaha memaksimalkan kemampuan mengajar mereka dengan menggunakan pembelajaran inovatif berbasis TPACK. Saya merasa banyak hal yang masih harus saya pelajari dari guru-guru hebat di kota ini. Satu hal yang saya pahami, saya harus segera mengejar ketertinggalan saya sebagai seorang guru.
Tantangan yang dihadapi guru saat ini cukup besar, guru harus mampu berperan sebagai perancang pembelajaran dan fasilitator yang baik di dalam kelas. Sebagai guru, saya mengakui hal tersebut sebagai tantangan karena saya harus mempertimbangkan karakter peserta didik saat ini. Peserta didik tidak hanya membutuhkan proses transfer ilmu yang dikemas sederhana, mereka membutuhkan perencanaan yang matang. Perencanaan yang mampu meningkatkan keaktifan, keterampilan, dan mampu membuat mereka mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Perencanaan tersebut juga harus dibarengi dengan pemanfaat media dengan teknologi yang menjadi ciri khas peserta didik saat ini. Berdasarkan tantangan tersebut, tentu saja saya harus siap berubah agar dapat menciptakan pembelajaran bermakna dan menyenangkan yang berbasis TPACK.
Sebagai guru bahasa Indonesia, saya menyadari banyak sekali paradigma tentang pembelajaran bahasa Indonesia seringkali membuat peserta didik bosan dan mengantuk. Berdasarkan hal tersebut, saya melakukan berbagai macam kajian literatur dan diskusi dengan teman sejawat tentang faktor yang melatarbelakanginya. Ternyata faktornya adalah kurangnya kemampuan guru dalam memilih model atau pun metode yang tepat dalam pembelajaran. Pada praktik baik yang saya lakukan kali ini saya berfokus pada pembelajaran Menulis Teks Prosedur di kelas VII Kurikulum Merdeka. Pada kesempatan kali ini saya memberanikan diri untuk dapat mengubah paradigma tentang pembelajaran bahasa Indonesia yang membosankan.
Saya melakukan observasi kepada peserta didik tentang alasan rendahnya kemampuan mereka menulis teks prosedur. Hasil dari observasi tersebut adalah: (1) Peserta didik belum mendapatkan pengalaman belajar secara langsung tentang cara membuat/melakukan sesuatu sehingga mereka belum dapat menulis teks prosedur dengan baik. (2) Motivasi dan semangat belajar siswa pada pembelajaran kurang karena metode pembelajaran kurang efektif. (3) Peserta didik kurang dapat mengeksplor kemampuan menyajikan teks prosedur karena guru belum menggunakan advance material dalam pembelajaran. Berdasarkan alasan tersebut, saya memberanikan diri untuk menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan media berbasis TPACK.Pembelajaran menulis teks prosedur menggunakan model pembelajaran PjBL memiliki beberapa tantangan. Tantangan tersebut antara lain:
Proses Pembelajaran
Tahap perencanaan pembelajaran menulis teks prosedur menggunakan model Project Based Learning (PjBL) melalui proses yang panjang. Hal tersebut karena kurangnya pemahaman guru terhadap penerapan model tersebut. Namun, setelah melalui diskusi dan tanya jawab dengan Dosen, Guru Pamong, dan teman PPL akhirnya saya dapat menyusun perencanaan pembelajaran menulis teks prosedur dengan baik. Selain itu, saya juga menyusun perencanaan tersebut dengan memperhatikan latar belakang dan karakter siswa. Langkah selanjutnya yang saya lakukan adalah menyiapkan materi, media pembelajaran, rubrik penilaian, LKPD, lembar refleksi peserta didik, dan lembar observasi yang digunakan dalam proses pelaksanaan PjBL.
2. Penerapan
Penilaian yang saya lakukan dalam pembelajaran menulis teks prosedur dengan model PjBL adalah penilaian formatif, sumatif, dan sikap. Pada penilaian formatif, saya menilai proses yang mereka lakukan dari awal proyek hingga tahap penyajian. Sedangkan pada penilaian sumatif saya menggunakan penilaian produk dengan rubrik menulis teks prosedur dan rubrik untuk video tutorial. Pada penilaian sikap, saya menilai beberapa karakter yang sesuai dengan dimensi pelajar Pancasila, yaitu gotong royong dan kreatif.
Refleksi pembelajaran yang saya gunakan adalah refleksi dari peserta didik dan refleksi guru. Pada refleksi peserta didik saya menggunakan refleksi secara manual dan menggunakan mentimeter. Pertanyaan-pertanyaan yang saya gunakan tentang pemahaman materi yang mereka terima, kesan pembelajaran, masukan untuk saya. Sedangkan refleksi dari saya sendiri berisi tentang kesesuaian rencana dengan penerapan pembelajaran, perasaan saya, kendala, keberhasilan pembelajaran, kekurangan pembelajaran, dan rencana tindak lanjut.
Akhirnya, saya memahami bahwa menjadi guru itu tugas yang tidak mudah. Namun, jika kita menjalaninya dengan baik, profesional, dan tulus, banyak hal yang akan kita dapatkan. Saya merasa bahagia melihat akhir dari proses panjang penggunaan model Project Based Learning pada penulisan teks prosedur. Melihat respons peserta didik yang senang pada setiap pembelajaran, kalimat mereka yang selalu berkata, “Bu, kapan kita proyek lagi?” membuat saya terharu dan lebih bersemangat untuk memberikan pembelajaran bermakna bagi mereka. Pada praktik baik ini saya melihat adanya perubahan yang signifikan dari peserta didik, mereka memahami konsep materi dengan baik, mereka mendapatkan pengalaman untuk praktik langsung membuat sesuatu, bahkan kemampuan berbicara di depan umum pun meningkat. Pengalaman yang mereka dapatkan terlihat sekali memberikan dampak positif bagi peserta didik. Kedepannya, saya akan mempertahankan hal baik dari pembelajaran yang telah saya lakukan. Saya akan terus bergerak mengikuti perubahan, karena pada dasarnya ‘Guru adalah pembelajar sepanjang hayat’. (Yogyakarta, 8 Desember 2022)